Menjadi Investor atau "Trader"

Berinvestasi di pasar saham tidak hanya memerlukan modal tunai, tetapi juga modal pengetahuan. Tanpa memiliki pengetahuan memadai sama seperti pergi ke medan perang tanpa berbekal senjata, pasukan ataupun strategi.

Mengamati pergerakan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia di Jakarta beberapa waktu lalu. Berinvestasi di pasar saham tidak hanya memerlukan modal tunai, tetapi juga modal pengetahuan.

Karena tidak memiliki modal pengetahuan yang cukup, banyak investor di pasar modal yang dana investasinya semakin menipis bahkan hilang sama sekali akibat salah posisi ketika bertransaksi.

Investor yang merugi lebih sering bercerita tentang pengalaman pahitnya, sementara investor yang sukses di pasar modal lebih senang menikmati kesuksesannya diam-diam saja. Jadi, di permukaan lebih banyak terdengar kisah kerugian ketimbang kisah sukses.

Menurut data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) jumlah investor saham per Desember 2015 sebanyak 433.607 orang. Jumlah ini naik 19 persen dari tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, yang aktif hanya sekitar 20.000 orang.

Ketika masuk ke pasar modal, hal pertama yang harus dipastikan adalah posisi kita. Apakah akan menjadi investor jangka panjang atau menjadi trader. Strategi investasi yang diambil investor jangka panjang akan berbeda dengan strategi yang diambil oleh para trader.

Investor jangka panjang setidaknya tetap memegang saham selama lebih dari tiga tahun, tidak begitu peduli dengan fluktuasi harga saham dalam jangka pendek. Investor jangka panjang lebih banyak menggunakan analisis fundamental ketika memilih sahamnya. Beberapa hal yang dianalisis adalah parameter kinerja keuangan perusahaan, seperti arus kas, neraca keuangan, dan laporan rugi laba. Selain itu, juga keadaan sektor perusahaan tersebut. Tidak ketinggalan keadaan ekonomi suatu negara. Data-data ekonomi, seperti laju inflasi, suku bunga, dan pertumbuhan ekonomi juga dikaji. Data-data tersebut digunakan sebagai dasar keputusan investasi para investor jangka panjang.

Dengan analisis fundamental tersebut, investor menentukan harga wajar saham. Apakah harga saham itu terlalu murah dibandingkan dengan harga pasarnya (undervalued) atau terlalu mahal (overvalued).
Bisa jadi, para investor jangka panjang ini membeli saham, lalu seolah melupakannya.

Bertahun-tahun kemudian, mereka baru menengok kembali saham simpanannya itu. Jika memilih saham yang tepat, memiliki fundamental bagus, situasi ekonomi baik, bukan tidak mungkin harga saham akan naik berlipat dibandingkan dengan ketika membelinya.

Sementara para trader lebih senang bertransaksi dengan memanfaatkan pergerakan harga saham dalam jangka pendek. Sarana analisis yang sering digunakan para trader adalah analisis teknikal.

Analisis teknikal lebih banyak mengkaji tentang harga historis untuk memperkirakan harga di masa yang akan datang. Analisis teknikal menggunakan beberapa indikator, seperti grafik moving average, market volume, stochastic oscillator, dan grafik lainnya. Para analis teknikal menggunakan parameter-parameter tersebut untuk memperkirakan pergerakan harga saham dari jam ke jam, mingguan, atau bulanan. Trader lebih banyak melakukan transaksi dibandingkan dengan para investor jangka panjang.

Kedua cara analisis tersebut dapat dikombinasikan. Investor harus dapat memahami kapan menggunakan analisis fundamental dan kapan menggunakan analisis teknikal. Kedua jenis analisis itu merupakan salah satu bekal untuk dapat masuk ke bursa saham. Masih ada banyak bekal lain yang dapat digunakan sebagai sarana memburu cuan di pasar modal. Mengetahui posisi sebagai investor jangka panjang atau trader merupakan awal untuk mempelajari strategi investasi lain.




Source: http://print.kompas.com/baca/ekonomi/finansial/2016/03/05/Menjadi-Investor-atau-Trader

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Saham

Motivasi Investasi